Jamur Maitake, Obat Kanker Dan Aids
Tumbuhan jamur sudah usang dikenal sebagai materi makanan. Dalam sejarah masyarakat Cina, pemanfaatan jamur untuk pengobatan sudah dimulai semenjak dua ribu tahun silam. Di dunia ini, jamur memang cukup banyak. Bahkan jenis jamur diperkirakan mencapai jumlah 100 ribu.
Sesuai jenisnya, jamur hanya terdiri dari satu sel tunggal berukuran beberapa mikrometer saja. Sel tersebut sanggup membentuk kelopak yang besarnya sanggup mencapai satu meter. Kelopak itu bervariasi, baik dari segi bentuk, ukuran, warna, maupun pertumbuhannya. Tetapi dari segi struktur, spora sebagai alat perkembangbiakan hampir selalu dijumpai.
Karena contoh hidupnya sangat beraneka ragam, jamur sanggup mendatangkan laba sekaligus kerugian. Beberapa jenis jamur menyerupai Penicillium dan kerabatnya dimanfaatkan untuk menghasilkan antibiotik. Seringkali jamur juga mengakibatkan sejumlah penyakit pada manusia, antara lain panu dan kadas.
Pada pertengahan tahun 1980, Prof Dr Hiroaki Nanba PhD, salah satu peneliti jamur populer di Jepang, menemukan manfaat jamur Maitake (Grifola Frondosa) sebagai antikanker. Namun semenjak awal tahun 1980-an itu, pemerintah Jepang bahwasanya telah menyetujui tiga jenis ekstrak jamur untuk dipakai sebagai obat kanker.
Masyarakat Jepang sudah memakai PSk, yakni ekstrak dari jamur Kawaratake (Coriolus Versicolor). Adapula Lentinan merupakan ekstrak dari jamur Shiitake (Lentinus Edodes) dan Shizopyllan merupakan ekstrak dari jamur Ling Zhi (Ganoderma Lucidum). Dengan demikian, jamur Maitake merupakan jamur keempat yang disetujui penggunaannya oleh pemerintah Jepang.
Selain tergolong sebagai jamur obat, Maitake juga termasuk jamur pangan lantaran rasanya yang lezat. Maitake tumbuh di kawasan belahan Timur Laut Jepang. Secara harafiah, nama Maitake bermakna “jamur menari” (dancing mushroom). Konon nama itu disebabkan dongeng kuno, awal jamur Maitake ditemukan.
Ketika itu, jamur Maitake sangat sulit ditemukan dan harganya pun mahal sekali. Bahkan pada zaman itu, nilai jamur Maitake setara dengan perak murni. Para pemburu jamur yang menemukannya seringkali eksklusif meloncat-loncat kegirangan dan menari-nari dikala berhasil menemukan Maitake. Itulah sebabnya, Maitake dikenal dengan nama “jamur menari”.
Sebelum diketahui khasiatnya oleh Prof Nanba, Maitake hanya dikonsumsi sebagai materi makanan. Prof Nanba ialah mikrobiolog dan peneliti khusus jamur dari Kobe Pharmaceutical University di Jepang. Dia meneliti jamur Maitake selama lebih 15 tahun sesudah jamur tersebut berhasil dibudidayakan oleh seorang berjulukan Yoshinobu Ordaira. Baru-baru ini, Prof Nanba malah sudah berkunjung ke Indonesia memperkenalkan penemuannya yang sudah dikemas menjadi produk Vitacare.
Dari hasil penelitian, Maitake diketahui mempunyai kemampuan untuk mencegah pertumbuhan tumor dan kanker. Penelitian yang dilakukan di sejumlah klinik di belahan Barat Jepang itu juga melibatkan 165 pasien kanker yang berada pada stadium II-IV dan berumur antara 25 dan 65 tahun.
Pasien-pasien tersebut menjalani pengobatan dengan Maitake atau disertai dengan kemoterapi. Hasil uji klinis menunjukkan bahwa pengobatan Maitake menghasilkan perbaikan secara nyata. Kefektifan Maitake sebagai antikanker meningkat sebesar 12-27 persen bila dikombinasikan dengan Mitomycin C.
Menurut Prof Nanba, keunggulan Maitake dalam mengobati tumor dan kanker disebabkan adanya unsur kimia Polisakarida Beta 1.6 Glukan sebagai rantai cabangnya. Unsur itulah yang membedakan jamur Maitake dengan jamur-jamur lainnya yang lebih dulu dimanfaatkan sebagai antikanker. Pada jamur tersebut, unsur kimia yang dikandung hanya Beta 1.3.
Berkat inovasi Prof Nanba, pengidap kanker payudara, kanker paru-paru, dan kanker hati mempunyai alternatif. Selama ini, pasien kanker kebanyakan menjalani operasi dan kemoterapi. Padahal, risiko kedua pengobatan tersebut sangat tinggi dan imbas sampingnya besar. Pasien kemoterapi biasanya juga akan kehilangan sel-sel sehat.
Sementara itu, dr Gatot Purwoto SpOG dari RSCM Jakarta mengatakan, pengobatan kanker dengan jamur Maitake sanggup dianggap sebagai alternatif. “Selama ini, kalangan medis hanya melaksanakan lima cara standar untuk pengobatan kanker. Operasi, radiasi, gen terapi, kemoterapi, dan suntik hormonal,” katanya.
Di sisi lain, Prof Nanba mengatakan, khasiat jamur Maitake bahwasanya cukup sederhana. Di dalam tubuh manusia, senyawa aktif Polisakarida Beta 1.6 akan mengaktifkan dan meningkatkan produksi sel-sel pembunuh basil secara alami melalui sistem kekebalan tubuh. Sel-sel T pembantu (CD4) dan makrofag di dalam tubuh akan menjadi aktif. Dibanding kemoterapi dan operasi, penggunaan jamur Maitake jauh lebih aman.
Selain itu, Beta 1.6 Glukan yang dikandung Maitake juga berfungsi mengobati penyakit-penyakit degeneratif menyerupai hipertensi, diabetes, hepatitis, dan sindroma kelelahan kronis. Bahkan Prof Nanba menemukan bahwa Maitake juga bisa menghambat pertumbuhan HIV (Human Immunnodeficiensy Virus) dan meningkatkan kegiatan sel T pembantu (CD4).
Seperti diketahui, berkurangnya sel-sel CD4 dalam jumlah besar pada orang yang terinfeksi HIV akan menimbulkan Acquired Immune Deficiency Syndrom (AIDS). Dengan ekstrak Maitake, janjkematian sel-sel CD4 sanggup dicegah sampai 97 persen.
Dari penelitian yang dilakukan bersama para dokter di New York, AS, terhadap 26 penderita AIDS, 13 penderita ternyata mengalami peningkatan sel CD 4 dengan pesat. Diperlihatkan juga, Maitake turut menghilangkan gejala-gejala AIDS, menyerupai batuk kering, insomania, dermatitis, penurunan berat badan, dan sembelit.
Kini produk jamur Maitake sudah sanggup diperoleh di Indonesia yang dipasarkan oleh Multi Care dalam bentuk kapsul dan kaplet. Vita Care membuatnya menjadi dua jenis, yakni Super Maitake dan Super Maitake MD -Fraction. Formula kedua jenis produk sama, hanya saja komposisinya berbeda.
Atas jasa di bidang penelitian jamur dan kesehatan, Prof Nanba dianugerahi Mori Kisaku Award (1990). Tahun 1991, beliau juga menerima Mushroom Art & Science Award. Berikutnya, Prof Nanba juga mendapatkan Symposium Special Award (1995) dari Cancer Treament Research Foundation, Florida, AS.
Sumber: http://rhenza.wordpress.com
Sesuai jenisnya, jamur hanya terdiri dari satu sel tunggal berukuran beberapa mikrometer saja. Sel tersebut sanggup membentuk kelopak yang besarnya sanggup mencapai satu meter. Kelopak itu bervariasi, baik dari segi bentuk, ukuran, warna, maupun pertumbuhannya. Tetapi dari segi struktur, spora sebagai alat perkembangbiakan hampir selalu dijumpai.
Karena contoh hidupnya sangat beraneka ragam, jamur sanggup mendatangkan laba sekaligus kerugian. Beberapa jenis jamur menyerupai Penicillium dan kerabatnya dimanfaatkan untuk menghasilkan antibiotik. Seringkali jamur juga mengakibatkan sejumlah penyakit pada manusia, antara lain panu dan kadas.
Baca Juga
Pada pertengahan tahun 1980, Prof Dr Hiroaki Nanba PhD, salah satu peneliti jamur populer di Jepang, menemukan manfaat jamur Maitake (Grifola Frondosa) sebagai antikanker. Namun semenjak awal tahun 1980-an itu, pemerintah Jepang bahwasanya telah menyetujui tiga jenis ekstrak jamur untuk dipakai sebagai obat kanker.
Masyarakat Jepang sudah memakai PSk, yakni ekstrak dari jamur Kawaratake (Coriolus Versicolor). Adapula Lentinan merupakan ekstrak dari jamur Shiitake (Lentinus Edodes) dan Shizopyllan merupakan ekstrak dari jamur Ling Zhi (Ganoderma Lucidum). Dengan demikian, jamur Maitake merupakan jamur keempat yang disetujui penggunaannya oleh pemerintah Jepang.
Jamur Obat
Ketika itu, jamur Maitake sangat sulit ditemukan dan harganya pun mahal sekali. Bahkan pada zaman itu, nilai jamur Maitake setara dengan perak murni. Para pemburu jamur yang menemukannya seringkali eksklusif meloncat-loncat kegirangan dan menari-nari dikala berhasil menemukan Maitake. Itulah sebabnya, Maitake dikenal dengan nama “jamur menari”.
Sebelum diketahui khasiatnya oleh Prof Nanba, Maitake hanya dikonsumsi sebagai materi makanan. Prof Nanba ialah mikrobiolog dan peneliti khusus jamur dari Kobe Pharmaceutical University di Jepang. Dia meneliti jamur Maitake selama lebih 15 tahun sesudah jamur tersebut berhasil dibudidayakan oleh seorang berjulukan Yoshinobu Ordaira. Baru-baru ini, Prof Nanba malah sudah berkunjung ke Indonesia memperkenalkan penemuannya yang sudah dikemas menjadi produk Vitacare.
Dari hasil penelitian, Maitake diketahui mempunyai kemampuan untuk mencegah pertumbuhan tumor dan kanker. Penelitian yang dilakukan di sejumlah klinik di belahan Barat Jepang itu juga melibatkan 165 pasien kanker yang berada pada stadium II-IV dan berumur antara 25 dan 65 tahun.
Pasien-pasien tersebut menjalani pengobatan dengan Maitake atau disertai dengan kemoterapi. Hasil uji klinis menunjukkan bahwa pengobatan Maitake menghasilkan perbaikan secara nyata. Kefektifan Maitake sebagai antikanker meningkat sebesar 12-27 persen bila dikombinasikan dengan Mitomycin C.
Mengobati Kanker
Menurut Prof Nanba, keunggulan Maitake dalam mengobati tumor dan kanker disebabkan adanya unsur kimia Polisakarida Beta 1.6 Glukan sebagai rantai cabangnya. Unsur itulah yang membedakan jamur Maitake dengan jamur-jamur lainnya yang lebih dulu dimanfaatkan sebagai antikanker. Pada jamur tersebut, unsur kimia yang dikandung hanya Beta 1.3.
Berkat inovasi Prof Nanba, pengidap kanker payudara, kanker paru-paru, dan kanker hati mempunyai alternatif. Selama ini, pasien kanker kebanyakan menjalani operasi dan kemoterapi. Padahal, risiko kedua pengobatan tersebut sangat tinggi dan imbas sampingnya besar. Pasien kemoterapi biasanya juga akan kehilangan sel-sel sehat.
Sementara itu, dr Gatot Purwoto SpOG dari RSCM Jakarta mengatakan, pengobatan kanker dengan jamur Maitake sanggup dianggap sebagai alternatif. “Selama ini, kalangan medis hanya melaksanakan lima cara standar untuk pengobatan kanker. Operasi, radiasi, gen terapi, kemoterapi, dan suntik hormonal,” katanya.
Di sisi lain, Prof Nanba mengatakan, khasiat jamur Maitake bahwasanya cukup sederhana. Di dalam tubuh manusia, senyawa aktif Polisakarida Beta 1.6 akan mengaktifkan dan meningkatkan produksi sel-sel pembunuh basil secara alami melalui sistem kekebalan tubuh. Sel-sel T pembantu (CD4) dan makrofag di dalam tubuh akan menjadi aktif. Dibanding kemoterapi dan operasi, penggunaan jamur Maitake jauh lebih aman.
Penyakit Degeneratif
Selain itu, Beta 1.6 Glukan yang dikandung Maitake juga berfungsi mengobati penyakit-penyakit degeneratif menyerupai hipertensi, diabetes, hepatitis, dan sindroma kelelahan kronis. Bahkan Prof Nanba menemukan bahwa Maitake juga bisa menghambat pertumbuhan HIV (Human Immunnodeficiensy Virus) dan meningkatkan kegiatan sel T pembantu (CD4).
Seperti diketahui, berkurangnya sel-sel CD4 dalam jumlah besar pada orang yang terinfeksi HIV akan menimbulkan Acquired Immune Deficiency Syndrom (AIDS). Dengan ekstrak Maitake, janjkematian sel-sel CD4 sanggup dicegah sampai 97 persen.
Dari penelitian yang dilakukan bersama para dokter di New York, AS, terhadap 26 penderita AIDS, 13 penderita ternyata mengalami peningkatan sel CD 4 dengan pesat. Diperlihatkan juga, Maitake turut menghilangkan gejala-gejala AIDS, menyerupai batuk kering, insomania, dermatitis, penurunan berat badan, dan sembelit.
Kini produk jamur Maitake sudah sanggup diperoleh di Indonesia yang dipasarkan oleh Multi Care dalam bentuk kapsul dan kaplet. Vita Care membuatnya menjadi dua jenis, yakni Super Maitake dan Super Maitake MD -Fraction. Formula kedua jenis produk sama, hanya saja komposisinya berbeda.
Atas jasa di bidang penelitian jamur dan kesehatan, Prof Nanba dianugerahi Mori Kisaku Award (1990). Tahun 1991, beliau juga menerima Mushroom Art & Science Award. Berikutnya, Prof Nanba juga mendapatkan Symposium Special Award (1995) dari Cancer Treament Research Foundation, Florida, AS.
Sumber: http://rhenza.wordpress.com