[Food Destination] Radja Ketjil - Citarasa Peranakan
Beberapa waktu yang kemudian aku mampir ke Ciwalk sesudah sekian usang tidak menginjakkan kaki disana. Buat aku Ciwalk kini semakin tidak menyenangkan, sebab semakin banyak perokok yang merokok di area terbuka yang awalnya di tujukan untuk duduk-duduk sambil menikmati langit. Selain itu, kaum muda tidak segan untuk duduk di bangku sambil bermesraan entah itu sekedar berpelukan, cium pipi atau saling elus. Saya sih tidak iri atau baper ya tapi lebih pada perasaan was-was dengan generasi anak aku kelak, sebab jaman aku muda dulu sopan santun masih terjaga dengan baik. Semoga generasi anak aku kelak jauh lebih baik lagi ya sopan santun dan akhlaknya, entah kapan Bandung akan terbebas dari asap rokok yang semakin mengganggu.
Saat aku dan suami berjalan mencari tempat makan yang ramah anak-anak, aku menemukan tempat makan yang cukup unik. Kalau kebanyakan tempat makan di Ciwalk bertema fast food atau pasangan anak muda, tempat makan ini menyajikan dekorasi jadul ala chinese peranakan. Karena penasaran, kami memutuskan untuk masuk.
Nama restoran itu adalah Radja Ketjil, ya pengejaan jaman Soekarno itu yang menciptakan aku semakin penasaran. Apakah cita rasanya akan sama ibarat jaman dulu ketika MSG dan pengawet kuliner lainnya belum dikenal?
Interior penggalan dalamnya kental dengan suasana chinese keturunan yang ditandai dengan lukisan dan beberapa barang jadul lainnya ibarat termos, radio dan gelas.
Pokoknya interior dalamnya bikin kita merasa ada di dalam rumah jaman kolonial deh, tapi tetap nyaman kok.
Meja kursinya juga dari kayu yang mengingatkan aku dengan ruang makan nenek aku dulu.
Pada buku sajian dipasang beberapa foto lama, mungkin itu yaitu foto keluarga pemilik restoran tapi aku tidak sempat memastikannya sebab aku sibuk menyuapi anak saya, jadi harap maklum ya ^_ .
Saat aku melihat buku menu, harganya cukup terjangkau, harga makanannya mulai dari IDR 15.000- hingga dengan IDR 90.000- dan melihat beberapa pesanan saya, porsinya cukup besar kok.
Menu mereka sangat variatif sehingga kami sedikit gundah mau memesan apa, sebab hampir semua sajian favorit kami ada di situ.
Bukan hanya penamaan restoran saja yang mengacu pada ejaan lama, tapi juga goresan pena di buku menu, kami ibarat kembali ke masa lampau ^_ .
Sebagai pembuka kami mencoba dua sajian dimsum, yaitu hakau dan ceker ayam. Hakaunya standar, aku rasa hakaunya bukan buat sendiri sebab rasanya ibarat dengan hakau yang biasa beli di supermarket. Ceker ayamnya cukup lezat namun sedikit kurang empuk, tapi overall rasa keduanya tidak mengecewakan baiklah sih buat saya. Hakaunya ga sempat difoto udah habis sama anak aku hahahaa 😂.
Menu utama pertama yang kami pesan yaitu Nasi Goreng Seafood, porsinya tidak terlalu banyak tapi cukup mengenyangkan. Awalnya aku hampir keliru menerka ini yaitu nasi goreng Yang Chou sebab nasi gorengnya berwarna putih dan ada kacang polong didalamnya. Namun bedanya di dalam nasi goreng seafood ini tidak ada potongan wortel ibarat yang biasanya ada pada nasi goreng Yang Chou, sebagai gantinya ada potongan udang dan cumi didalamnya. Rasanya cukup enak, tidak terlalu berpengaruh dan gurihnya masih dalam batas wajar.
Menu kedua yang aku coba yaitu Ifumie Ayam, dan aku cukup kaget sewaktu melihat penampakannya sebab berbeda dengan ifumie yang yang biasa aku makan. Kuah ifumie-nya berwarna merah dan sewaktu aku cicip ternyata sangat pedas, ternyata berkat potongan cabai yang sangat banyak di sekeliling kuahnya 😂 pantesan pedes banget.
Saya nggak dapat makan lebih dari 3 sendok padahal aku suka banget mienya, mienya kecil-kecil, gurih dan renyah, beda dengan ifumie yang biasanya memakai mie besar untuk mienya. Yang paling aku amati yaitu potongan jamurnya yang besar dan banyak, daging ayamnya sendiri hanya sedikit. Kalau rasanya jangan ditanya ya, aku nggak dapat jawab sebab ibarat yang aku sebut diawal, ifumie ini kelewatan pedesnya, jadi aku nggak dapat kisah rasanya.
Menu lain yang aku pesan yaitu Nasi Hainan Ayam Rebus.
Nasi hainannya sendiri sedikit terlalu lembek dan agak asin, tapi ayamnya enak, gurihnya pas dan kuah kaldunya juga sukses menghangatkan tenggorokan.
Sebagai epilog aku pesan es Shanghai, lezat deh, seger, bagus dan asamnya pas. Cuma kalau biasanya es Shanghai pakai susu kental bagus putih, disini susu yang digunakan susu kental bagus coklat.
Overall sih aku suka ya sama kuliner di Radja Ketjil, citarasa peranakannya dapet banget baik dalam ambience maupun rasa makanannya.