Inilah Ujian Sebuah Keadilan Yang Patut Di Tiru
Inilah Ujian Sebuah Keadilan Yang Patut Di Tiru | - Assalamu'alikum Wr. Wb. Sobat semua admin kini ingin membagikan dongeng Islami dalam bentuk goresan pena ini. Dimana aturan sebuah keadilan itu memang harus benar-benar di terapkan, negara akan sangat maju bila hukumnya diterapkan dengan adil tanpa bulu. Hemmm tapi sayang dengan aturan di Indonesia ini masih sanggup di beli dengan yang namanya Uang (Materi). Itu menerangkan bahwa aturan di Indonesia masih belum sanggup di katakan dengan adil seadil-adilnya. Untuk itu marilah kita menggandakan dan mencontohkan aturan dalam kisah Islami ini. Barangkali teman semua penasaran, eksklusif saja simak Cerita Islami yang Berjudul Inilah Ujian Sebuah Keadilan Yang Patut Di Tiru di bawah ini.
Inilah Ujian Sebuah Keadilan Yang Patut Di Tiru Umar bin Abdul Aziz ketika menjadi Khalifah pernah di guncang oleh timbulnya pemberontakan yang sangat hebat. Kaum pemberontak bertindak sangat kejam terhaddap rakyat jelata, maka pemerintah bertekad untuk membasmi hingga tuntas. Para pemberontak yang tidak mau menyerahkan diri, bila tertangkap akan di jatuhi eksekusi mati. Suatu ketika, seorang pemberontak tertangkap. Ia di jatuhi eksekusi pancung. Algojo yang melaksanakan kiprah eksekusi sudah siap dan pelaksanaan eksekusi akan segera di lakukan. Rakyat yang menyaksikan menunggu dengan berdebar-debar. Sesuai dega peraturan, sebelum pelaksanaan di mulai, kepada terhukum di berikan kesempatan untuk memberikan ajakan terakhirnya.
"Hai pemberontak yang berhati kejam, kamu ku berikan kesempatan untuk mengajukan permohonan terakhir. Sampaikan apa keinginanmu sebelum eksekusi atas dirimu di laksanakan!" kata Khalifah Umar bin Abdul Aziz.
"Terima kasih Amirul Mukminin," jawab pemberontak itu. "Aku hanya menginginkan semangkuk air putih."
"Hanya itu permintaanmu?" tanya Khalifah keheranan.
"Benar, Tuanku." jawab pemberontak itu.
"Baiklah, akan ku penuhi permintaanmu," ucap Khalifah, lalu Khalifah memerintahkan salah seorang pengawal mengambil semangkuk air untuk di berikan kepada terhukum yang sebentar lagi akan mati.
Setelah mangkuk berisi air itu di terima oleh pemberontak itu, ia berkata ; "Apakah Khalifah mau berjanji, apa bila air yang ada di dalam mangkuk ini belum saya minum, Khalifah tidak akan memerintahkan algojo melaksanakan eksekusi atas diri saya?"
"Ya, saya berjanji. Jika air dalam mangkuk itu belum kamu minum, eksekusi tidak akan di laksanakan," sahut Khalifah memberi jaminan.
Mendengar Khalifah Umar bin Abdul Aziz, tiba-tiba pemberontak itu membuang air dalam mangkuk itu hingga habis.
"Janji ialah suatu hal yang harus di tepati. Bukankah demikian, wahai pemimpin orang-orang yang beriman?" katanya.
"Pasti. Janji memang harus di tepati, itulah keadilan," jawab Khalifah yang masih belum memahami apa yang di maksud pemberontak itu dengan perbuatannya yang di anggap tidak waras. Ia telah membuang air yang gres saja di mintanya.
"Tadi Khalifah berjanji, bila air dalam mangkuk itu belum saya minum, Tuanku tidak akan melaksanakan eksekusi terhadap saya. Air itu telah saya tumpahkan, dan kini telah kering di tanah, sehingga saya tidak sanggup lagi meminum air itu. Berarti Khalifah tidak akan sanggup melaksanakan eksekusi sesuai dengan kesepakatan Khalifah tadi," ucap pemberontak dengan sangat liciknya.
Mendengar itu, Khalifah mengerutkan keningnya untuk beberapa lama. Kemudian ia tersenyum dan membebaskan pemberontak tersebut dari eksekusi matinya. Pada kesempatan lain, kembali seorang pemberontak tertangkap. Dengan muka menahan murka ia memerintahkan untuk segera menghukum pemberontak itu denga eksekusi pancung. Menjelang eksekusi mati itu di laksanakan, tiba-tiba pemberontak itu menangis tersedu-sedu, dengan wajah sinis Khalifah mencemoohnya.
"Mengapa engkau menangis? Seorang pemberontak yang konon gagah berani ternyata menangis dalam menghadapi kematiannya. Apakah engkau kini sudah menjadi tikus yang pengecut?"
"Demi Allah, wahai Amirul Mukminin, saya menangis bukan alasannya ialah takut mati, ajal sudah menjadi ketentuan. Mati niscaya akan di temui oleh siapapun yang pernah hidup," sahut pemberontak itu.
"Lalu, kenapa engkau menangis?" jawab Khalifah.
"Saya menangis alasannya ialah saya akan mati di ketika Khalifah sedang marah. Saya sangat menyesal sekali."
Mendengar balasan itu Khalifah Umar bin Abdul Aziz tertunduk. Ia teringat, dalam islam melarang penganutnya melaksanakan sesuatu dengan dasar nafsu amarah. Rasullullah pun melarang untuk menjatuhkan suatu keputusan aturan ketika sedang marah. Maka Khalifah segera memberi perintah untuk membebaskan pemberontak tersebut dari eksekusi pancung. Akhirnya dengan kegigihan yang tak mengenal lelah, Khalifah sanggup menumpas habis semua pemberontak itu. Dalam penyerangan yang jitu salah seorang kepala pemberontak sanggup di ringkusnya. Dengan di rantai kepala pemberontak itu di hadapkan kepada Khalifah.
"Wahai Amirul Mukminin, Tuan telah di beri kemenangan sehingga kini saya menjadi tawanan Anda. Sebelum Khalifah menjatuhkan eksekusi mati terhadap saya, anugerahilah saya yang kalah ini dengan sesuatu yang melebihi kemenangan," kata kepala pemberontak itu.
"Apa maksudmu?" tanya Khalifah.
"Berilah saya ampunan dan kesempatan untuk bertaubat dan memperbaiki kesalahan."
"Tidak! Engkau di aturan justru alasannya ialah dirimu bersalah dan menolak untuk menyerah. Aku harus menegakkan keadilan.
"Ucapan Khalifah memang benar. Tetapi, bukankah Khalifah pernah menyatakan bahwa ada yang lebih tinggi harganya dari keadilan, yaitu memberi maaf? Maka saya mohon, maafkanlah saya. Karena Allah menyayangi orang yang mengassihi sesamanya, terutama orang yang lemah, kalah dan berdosa."
Khalifah menjadi terbungkam, ia telah tergoda oleh ucapan tersebut, sehingga kepala pemberontak itu di bebaskan dengan cita-cita sanggup bertaubat dan menempuh jalan yang benar di belakang hari.
Demikianlah Cerita Islami yang berjudul Inilah Ujian Sebuah Keadilan Yang Patut Di Tiru yang sanggup admin berikan dalam bentuk tulisan. Besar Harapan admin biar dongeng islami ini bermanfaat bagi kita semua terutama bagi anda yang kemungkinan ketika ini sedang membaca artikel ini, jadikan renungan dan motivasi untuk kita semua. Terima kasih. Untuk dongeng Islami yang lebih seru dan sangat memotivasi banget teman sanggup baca Kisah Pemuda Kesayangan Rasullullah SAW. Sumber http://putrymala.blogspot.com/
Gambar Kisah Islami. Ujian Sebuah Keadilan |
"Hai pemberontak yang berhati kejam, kamu ku berikan kesempatan untuk mengajukan permohonan terakhir. Sampaikan apa keinginanmu sebelum eksekusi atas dirimu di laksanakan!" kata Khalifah Umar bin Abdul Aziz.
"Terima kasih Amirul Mukminin," jawab pemberontak itu. "Aku hanya menginginkan semangkuk air putih."
"Hanya itu permintaanmu?" tanya Khalifah keheranan.
"Benar, Tuanku." jawab pemberontak itu.
"Baiklah, akan ku penuhi permintaanmu," ucap Khalifah, lalu Khalifah memerintahkan salah seorang pengawal mengambil semangkuk air untuk di berikan kepada terhukum yang sebentar lagi akan mati.
Setelah mangkuk berisi air itu di terima oleh pemberontak itu, ia berkata ; "Apakah Khalifah mau berjanji, apa bila air yang ada di dalam mangkuk ini belum saya minum, Khalifah tidak akan memerintahkan algojo melaksanakan eksekusi atas diri saya?"
"Ya, saya berjanji. Jika air dalam mangkuk itu belum kamu minum, eksekusi tidak akan di laksanakan," sahut Khalifah memberi jaminan.
Mendengar Khalifah Umar bin Abdul Aziz, tiba-tiba pemberontak itu membuang air dalam mangkuk itu hingga habis.
"Janji ialah suatu hal yang harus di tepati. Bukankah demikian, wahai pemimpin orang-orang yang beriman?" katanya.
"Pasti. Janji memang harus di tepati, itulah keadilan," jawab Khalifah yang masih belum memahami apa yang di maksud pemberontak itu dengan perbuatannya yang di anggap tidak waras. Ia telah membuang air yang gres saja di mintanya.
"Tadi Khalifah berjanji, bila air dalam mangkuk itu belum saya minum, Tuanku tidak akan melaksanakan eksekusi terhadap saya. Air itu telah saya tumpahkan, dan kini telah kering di tanah, sehingga saya tidak sanggup lagi meminum air itu. Berarti Khalifah tidak akan sanggup melaksanakan eksekusi sesuai dengan kesepakatan Khalifah tadi," ucap pemberontak dengan sangat liciknya.
Mendengar itu, Khalifah mengerutkan keningnya untuk beberapa lama. Kemudian ia tersenyum dan membebaskan pemberontak tersebut dari eksekusi matinya. Pada kesempatan lain, kembali seorang pemberontak tertangkap. Dengan muka menahan murka ia memerintahkan untuk segera menghukum pemberontak itu denga eksekusi pancung. Menjelang eksekusi mati itu di laksanakan, tiba-tiba pemberontak itu menangis tersedu-sedu, dengan wajah sinis Khalifah mencemoohnya.
"Mengapa engkau menangis? Seorang pemberontak yang konon gagah berani ternyata menangis dalam menghadapi kematiannya. Apakah engkau kini sudah menjadi tikus yang pengecut?"
"Demi Allah, wahai Amirul Mukminin, saya menangis bukan alasannya ialah takut mati, ajal sudah menjadi ketentuan. Mati niscaya akan di temui oleh siapapun yang pernah hidup," sahut pemberontak itu.
"Lalu, kenapa engkau menangis?" jawab Khalifah.
"Saya menangis alasannya ialah saya akan mati di ketika Khalifah sedang marah. Saya sangat menyesal sekali."
Mendengar balasan itu Khalifah Umar bin Abdul Aziz tertunduk. Ia teringat, dalam islam melarang penganutnya melaksanakan sesuatu dengan dasar nafsu amarah. Rasullullah pun melarang untuk menjatuhkan suatu keputusan aturan ketika sedang marah. Maka Khalifah segera memberi perintah untuk membebaskan pemberontak tersebut dari eksekusi pancung. Akhirnya dengan kegigihan yang tak mengenal lelah, Khalifah sanggup menumpas habis semua pemberontak itu. Dalam penyerangan yang jitu salah seorang kepala pemberontak sanggup di ringkusnya. Dengan di rantai kepala pemberontak itu di hadapkan kepada Khalifah.
"Wahai Amirul Mukminin, Tuan telah di beri kemenangan sehingga kini saya menjadi tawanan Anda. Sebelum Khalifah menjatuhkan eksekusi mati terhadap saya, anugerahilah saya yang kalah ini dengan sesuatu yang melebihi kemenangan," kata kepala pemberontak itu.
"Apa maksudmu?" tanya Khalifah.
"Berilah saya ampunan dan kesempatan untuk bertaubat dan memperbaiki kesalahan."
"Tidak! Engkau di aturan justru alasannya ialah dirimu bersalah dan menolak untuk menyerah. Aku harus menegakkan keadilan.
"Ucapan Khalifah memang benar. Tetapi, bukankah Khalifah pernah menyatakan bahwa ada yang lebih tinggi harganya dari keadilan, yaitu memberi maaf? Maka saya mohon, maafkanlah saya. Karena Allah menyayangi orang yang mengassihi sesamanya, terutama orang yang lemah, kalah dan berdosa."
Khalifah menjadi terbungkam, ia telah tergoda oleh ucapan tersebut, sehingga kepala pemberontak itu di bebaskan dengan cita-cita sanggup bertaubat dan menempuh jalan yang benar di belakang hari.
Demikianlah Cerita Islami yang berjudul Inilah Ujian Sebuah Keadilan Yang Patut Di Tiru yang sanggup admin berikan dalam bentuk tulisan. Besar Harapan admin biar dongeng islami ini bermanfaat bagi kita semua terutama bagi anda yang kemungkinan ketika ini sedang membaca artikel ini, jadikan renungan dan motivasi untuk kita semua. Terima kasih. Untuk dongeng Islami yang lebih seru dan sangat memotivasi banget teman sanggup baca Kisah Pemuda Kesayangan Rasullullah SAW. Sumber http://putrymala.blogspot.com/