Obati Malaria Dengan Flora Johar
Indonesia dikenal sebagai negara megadiversity terbesar nomor dua di dunia sehabis Brasil. Nusantara memang mempunyai begitu banyak tumbuhan dan fauna.
Kekayaan hayati yang sudah dimanfaatkan nenek moyang kita semenjak ratusan tahun lalu, hingga sekarang masih potensial dikembangkan. Salah satunya yaitu tumbuhan johar (Cassia siamea Lamk), yang telah dipakai secara empirik tradisional untuk mengobati malaria. Pengobatan malaria menjadi penting, alasannya ketika ini aneka macam upaya untuk mengatasi malaria masih belum memuaskan.
Penggunaan johar untuk atasi malaria sudah dilakukan masyarakat Jawa. Sedang di Aceh johar dikenal sebagai obat tradisional untuk penyakit kuning atau hepatitis.
Alternatif pengobatan malaria diperlukan, alasannya resistensi benalu malaria terhadap beberapa obat modern banyak terjadi. Misal klorokuin di hampir semua provinsi di Indonesia. Daerah endemik malaria pun makin meluas. Perusakan lingkungan yang makin tak terkendali, menciptakan pemberantasan penyakit maupun vektornya makin berat.
Kebiasaan memakai johar kemudian diteliti, untuk menjawab cara kerjanya dalam mengatasi malaria. Mungkinkah sanggup membunuh benalu malaria, menurunkan demam, atau meningkatkan daya tahan tubuh?
Maka dilakukanlah penelitian efek johar terhadap Plasmodium berghei in vivo pada mencit dan Plasmodium falciparum in vitro. Dilakukan pula penelitian untuk melihat imbas antipiretik johar pada tikus yang didemamkan. Untuk mengetahui peningkatan daya tahan tubuh, dilakukan penelitian imunomodulator memakai tikus.
Selain itu, ada aneka macam penelitian embel-embel antara lain toksisitas akut hingga subkronik, penelitian mutagenik untuk mengetahui imbas perubahan gen yang sanggup mengarah pada timbulnya kanker dan penelitian fitokimia untuk mengetahui kandungan zat berkhasiat, serta penelitian formulasi untuk memperoleh formula terbaik dilihat dari sisi teknologi farmasi.
Para peneliti obat tradisional di Pusat Penelitian dan Pengembangan Farmasi dan Obat Tradisional, Badan Litbangkes Depkes RI, sudah bisa melaksanakan semua mekanisme penelitian di atas. Namun, sebelum penelitian berlangsung, perlu dilakukan penelitian pendahuluan untuk mengetahui aneka macam bentuk sediaan tumbuhan johar berdasarkan polaritasnya. Antara lain bentuk infus, ekstrak etanol 70 persen, ekstrak kloroform, ekstrak eter-minyak bumi.
Ternyata ekstrak etanol 70 persen toksisitasnya paling rendah sedang beberapa imbas farmakologinya paling baik. Karena itu, digunakanlah materi uji berupa ekstrak etanol 70 persen .
Garis besar penelitian sanggup disimpulkan sebagai berikut. Berdasarkan penelitian toksisitas akut berdasarkan cara Weil dan kawan-kawan, ekstrak etanol 70 persen daun johar tergolong tidak toksik.
Kemudian berdasarkan hasil toksisitas subkronik selama tiga bulan pada rodent (tikus) maupun non-rodent (kucing), ekstrak 70 persen daun johar tidak menjadikan keracunan atau hal-hal negatif lain dari beberapa organ penting badan maupun biokimia binatang uji, yaitu jantung hati, paru, ginjal, lambung, Hb, SGOT, SGPT, ureum, dan kreatinin.
Berdasarkan hasil penelitian terhadap Plasmodium berghei in vivo, ternyata ekstrak etanol 70 persen daun johar sanggup memperpanjang kehidupan mencit percobaan hingga hari ke-16. Kontrol positif memakai Fansidar bertahan hingga hari ke-28, sedang kontrol negatif memakai akuades bertahan hingga hari ke-5.
Berdasarkan hasil penelitian in vitro terhadap Plasmodium falciparum berdasarkan cara Trager & Jensen, ternyata ekstrak etanol 70 persen daun johar sanggup menghambat pertumbuhan P falciparum pada stadium tropozoit ke schizont dibandingkan dengan kontrol.
Berdasarkan penelitian antipiretik, ternyata ekstrak etanol 70 persen daun johar mempunyai imbas antipiretik pada tikus percobaan yang dibentuk demam memakai vaksin kotipa, ekivalen dengan zat standar asetosal.
Berdasarkan penelitian imunomodulator, terbukti ekstrak etanol 70 persen daun johar sanggup meningkatkan titer antibodi tikus percobaan.
Sedang dari hasil penelitian fitokimia diketahui ekstrak etanol 70 persen johar mengandung golongan alkaloid, tannin dan triterpen. Sedangkan kandungan zat aktifnya yaitu siaminin dengan kegiatan sebagai antimalaria.
Dari penelitian mutagenik, terbukti ekstrak etanol 70 persen daun johar tidak menjadikan perubahan gen, sehingga tidak ada indikasi imbas karsinogenik.
Yang lebih menggembirakan, telah diperoleh formula berupa tablet yang siap diteruskan ke skala industri.
Dari hasil penelitian di atas sanggup disimpulkan bahwa ekstrak etanol 70 persen daun johar mempunyai imbas antimalaria yang cukup aman. Namun, untuk menguji imbas bersama-sama memang harus melalui uji klinik, padahal uji klinik hingga ketika ini merupakan salah satu hambatan pengembangan tumbuhan obat hingga diperolehnya fitofarmaka.
Ironisnya lagi, hasil penelitian yang sudah cukup jauh ini tidak menciptakan produsen obat tradisional tertarik meneruskannya ke skala industri. Jadi, harapan adanya pedoman kegiatan penelitian yang saling link and match dengan industri masih berupa impian belaka.
Padahal, hasil penelitian dengan evidence based information ini sudah memakan banyak biaya, energi maupun pedoman untuk merancang dan melaksanakan penelitian.
Karena itu, sebagai alternatif mungkin tumbuhan johar sanggup dimanfaatkan membantu penanggulangan malaria di tempat endemik secara tradisional. Caranya dengan memakai 3/4 genggam daun johar segar, dicuci kemudian direbus dengan air higienis tiga gelas hingga tinggal lebih kurang tiga perempatnya. Sesudah hambar disaring kemudian diminum dengan madu secukupnya 3 kali sehari masing-masing 3/4 gelas.
Pemerintah tempat sebaiknya menggalakkan penanaman pohon johar di tepi jalan. Selain sebagai peneduh jalan, daunnya sanggup dimanfaatkan untuk menanggulangi penyakit malaria. Mungkin kita memang tak boleh terlalu berharap pada industri.
Sumber: http://www.kompas.com/
Kekayaan hayati yang sudah dimanfaatkan nenek moyang kita semenjak ratusan tahun lalu, hingga sekarang masih potensial dikembangkan. Salah satunya yaitu tumbuhan johar (Cassia siamea Lamk), yang telah dipakai secara empirik tradisional untuk mengobati malaria. Pengobatan malaria menjadi penting, alasannya ketika ini aneka macam upaya untuk mengatasi malaria masih belum memuaskan.
Penggunaan johar untuk atasi malaria sudah dilakukan masyarakat Jawa. Sedang di Aceh johar dikenal sebagai obat tradisional untuk penyakit kuning atau hepatitis.
Alternatif pengobatan malaria diperlukan, alasannya resistensi benalu malaria terhadap beberapa obat modern banyak terjadi. Misal klorokuin di hampir semua provinsi di Indonesia. Daerah endemik malaria pun makin meluas. Perusakan lingkungan yang makin tak terkendali, menciptakan pemberantasan penyakit maupun vektornya makin berat.
Kebiasaan memakai johar kemudian diteliti, untuk menjawab cara kerjanya dalam mengatasi malaria. Mungkinkah sanggup membunuh benalu malaria, menurunkan demam, atau meningkatkan daya tahan tubuh?
Maka dilakukanlah penelitian efek johar terhadap Plasmodium berghei in vivo pada mencit dan Plasmodium falciparum in vitro. Dilakukan pula penelitian untuk melihat imbas antipiretik johar pada tikus yang didemamkan. Untuk mengetahui peningkatan daya tahan tubuh, dilakukan penelitian imunomodulator memakai tikus.
Selain itu, ada aneka macam penelitian embel-embel antara lain toksisitas akut hingga subkronik, penelitian mutagenik untuk mengetahui imbas perubahan gen yang sanggup mengarah pada timbulnya kanker dan penelitian fitokimia untuk mengetahui kandungan zat berkhasiat, serta penelitian formulasi untuk memperoleh formula terbaik dilihat dari sisi teknologi farmasi.
Para peneliti obat tradisional di Pusat Penelitian dan Pengembangan Farmasi dan Obat Tradisional, Badan Litbangkes Depkes RI, sudah bisa melaksanakan semua mekanisme penelitian di atas. Namun, sebelum penelitian berlangsung, perlu dilakukan penelitian pendahuluan untuk mengetahui aneka macam bentuk sediaan tumbuhan johar berdasarkan polaritasnya. Antara lain bentuk infus, ekstrak etanol 70 persen, ekstrak kloroform, ekstrak eter-minyak bumi.
Ternyata ekstrak etanol 70 persen toksisitasnya paling rendah sedang beberapa imbas farmakologinya paling baik. Karena itu, digunakanlah materi uji berupa ekstrak etanol 70 persen .
Garis besar penelitian sanggup disimpulkan sebagai berikut. Berdasarkan penelitian toksisitas akut berdasarkan cara Weil dan kawan-kawan, ekstrak etanol 70 persen daun johar tergolong tidak toksik.
Kemudian berdasarkan hasil toksisitas subkronik selama tiga bulan pada rodent (tikus) maupun non-rodent (kucing), ekstrak 70 persen daun johar tidak menjadikan keracunan atau hal-hal negatif lain dari beberapa organ penting badan maupun biokimia binatang uji, yaitu jantung hati, paru, ginjal, lambung, Hb, SGOT, SGPT, ureum, dan kreatinin.
Berdasarkan hasil penelitian terhadap Plasmodium berghei in vivo, ternyata ekstrak etanol 70 persen daun johar sanggup memperpanjang kehidupan mencit percobaan hingga hari ke-16. Kontrol positif memakai Fansidar bertahan hingga hari ke-28, sedang kontrol negatif memakai akuades bertahan hingga hari ke-5.
Berdasarkan hasil penelitian in vitro terhadap Plasmodium falciparum berdasarkan cara Trager & Jensen, ternyata ekstrak etanol 70 persen daun johar sanggup menghambat pertumbuhan P falciparum pada stadium tropozoit ke schizont dibandingkan dengan kontrol.
Berdasarkan penelitian antipiretik, ternyata ekstrak etanol 70 persen daun johar mempunyai imbas antipiretik pada tikus percobaan yang dibentuk demam memakai vaksin kotipa, ekivalen dengan zat standar asetosal.
Berdasarkan penelitian imunomodulator, terbukti ekstrak etanol 70 persen daun johar sanggup meningkatkan titer antibodi tikus percobaan.
Sedang dari hasil penelitian fitokimia diketahui ekstrak etanol 70 persen johar mengandung golongan alkaloid, tannin dan triterpen. Sedangkan kandungan zat aktifnya yaitu siaminin dengan kegiatan sebagai antimalaria.
Dari penelitian mutagenik, terbukti ekstrak etanol 70 persen daun johar tidak menjadikan perubahan gen, sehingga tidak ada indikasi imbas karsinogenik.
Yang lebih menggembirakan, telah diperoleh formula berupa tablet yang siap diteruskan ke skala industri.
Dari hasil penelitian di atas sanggup disimpulkan bahwa ekstrak etanol 70 persen daun johar mempunyai imbas antimalaria yang cukup aman. Namun, untuk menguji imbas bersama-sama memang harus melalui uji klinik, padahal uji klinik hingga ketika ini merupakan salah satu hambatan pengembangan tumbuhan obat hingga diperolehnya fitofarmaka.
Ironisnya lagi, hasil penelitian yang sudah cukup jauh ini tidak menciptakan produsen obat tradisional tertarik meneruskannya ke skala industri. Jadi, harapan adanya pedoman kegiatan penelitian yang saling link and match dengan industri masih berupa impian belaka.
Padahal, hasil penelitian dengan evidence based information ini sudah memakan banyak biaya, energi maupun pedoman untuk merancang dan melaksanakan penelitian.
Karena itu, sebagai alternatif mungkin tumbuhan johar sanggup dimanfaatkan membantu penanggulangan malaria di tempat endemik secara tradisional. Caranya dengan memakai 3/4 genggam daun johar segar, dicuci kemudian direbus dengan air higienis tiga gelas hingga tinggal lebih kurang tiga perempatnya. Sesudah hambar disaring kemudian diminum dengan madu secukupnya 3 kali sehari masing-masing 3/4 gelas.
Pemerintah tempat sebaiknya menggalakkan penanaman pohon johar di tepi jalan. Selain sebagai peneduh jalan, daunnya sanggup dimanfaatkan untuk menanggulangi penyakit malaria. Mungkin kita memang tak boleh terlalu berharap pada industri.
Sumber: http://www.kompas.com/